suluhnusantara.org – Jakarta, 18 Agustus 2025 – Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menyebut guru dan dosen sebagai “beban negara” memicu sorotan publik. Di Kabupaten Kutai Barat (Kubar), harapan muncul dari para guru yang berharap pemerintah segera memperbaiki kebijakan dan memperhatikan kesejahteraan mereka. Bagaimana detailnya? Ini uraiannya.
Kontroversi “Guru Beban Negara” dan Respons Pendidik di Kubar
Pernyataan ini muncul saat Sri Mulyani hadir dalam Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri di ITB pada 7 Agustus 2025. Ia mengungkapkan bahwa rendahnya gaji guru dan dosen adalah tantangan keuangan negara, seraya mempertanyakan apakah pembiayaan pendidikan harus sepenuhnya ditanggung APBN atau juga melibatkan partisipasi masyarakat.
Ucapan itu langsung menjadi bola liar di media sosial dan forum pendidik. Di Kubar, para guru bereaksi keras. Banyak dari mereka merasa terluka, bukan hanya karena pernyataannya yang terdengar tak empatik, tetapi juga karena terkesan meremehkan pengabdian mereka selama ini.
Ketua Koalisi Barisan Guru Indonesia menyatakan bahwa tuntutan para pendidik bukanlah privilej, melainkan hak yang dijamin undang-undang. Pernyataan Sri Mulyani menurut mereka terlalu ringan dan bisa menyebabkan keresahan yang dalam.
Beban Kerja dan Anggaran yang Tidak Proporsional: Pandangan Guru Kubar
Guru-guru di Kutai Barat, khususnya, menghadapi tantangan berat dalam menjalankan tugas. Mulai dari mengajar di daerah terpencil, minim fasilitas, hingga kebutuhan tambahan yang sering ditanggung secara mandiri.
“Kami bekerja keras untuk anak-anak bangsa, tapi justru disebut beban negara. Ya, hati ini perih,” ujar seorang guru honorer di Kubar. Ekspresi yang sama muncul di media sosial lokal, menggambarkan betapa mendalamnya rasa kecewa mereka.
Salah satu guru berharap agar pemerintah segera meninjau kembali alokasi anggaran pendidikan, agar lebih adil dan transparan. “Dana pendidikan 2025 besar—Rp724 triliun—tapi alokasinya belum berpihak pada kesejahteraan guru. Jangan sampai kami tetap jadi tulang punggung tanpa perhatian,” tambahnya.
Harapan Pendidik Kubar: Kebijakan Konkrit dan Pendekatan Manusiawi
Para guru Kubar menyampaikan berbagai harapan konkret:
-
Perbaikan indikator kinerja yang selama ini terlalu fokus pada publikasi akademik, tanpa melihat beban pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
-
Peninjauan kembali anggaran pendidikan, agar benar-benar menyentuh kesejahteraan guru di daerah, bukan terjebak pada proyek birokrasi belaka.
-
Pendekatan yang lebih manusiawi, dimana pemerintah tidak sekadar menyorot soal beban fiskal, tapi juga akui kontribusi besar mereka dalam mencerdaskan generasi mendatang.
Mereka berharap pemerintah bisa menyampaikan klarifikasi, bukan sekadar diplomatis, tapi yang benar-benar menyentuh hati para pendidik.
Pelajaran Diplomasi dan Komunikasi Publik dari Polemik Ini
Dari kasus ini kita bisa belajar pentingnya komunikasi publik yang sensitif terhadap konteks dan profesi seperti guru. Pernyataan yang mungkin terasa ringan di podium bisa menimbulkan efek besar jika tidak dipertimbangkan konteksnya dengan matang.
Ketua Adaksi menyinggung ketimpangan alokasi anggaran antara sekolah kedinasan dan pendidikan umum, sebagai bukti bahwa memang ada ketidakpihakan struktural yang perlu dibenahi.
Pakar pendidikan juga mengingatkan bahwa pendidikan adalah investasi jangka panjang. Menyebut pendidik sebagai beban tanpa solusi konkret hanya membuat moral mereka jatuh. Seharusnya, kebijakan fiskal bisa diatur agar benar-benar memperkuat posisi guru sebagai aset strategis negara.
Momentum Refleksi terhadap Komitmen Pendidikan Nasional
Pernyataan Sri Mulyani yang menjadi sorotan publik, terutama dari guru Kubar, adalah momentum penting untuk evaluasi serius. Pendidikan bukan hanya soal angka, tapi soal menghargai manusia di baliknya. Pemerintah perlu lebih arif dalam menyampaikan pernyataan, dan membuktikan dengan tindakan nyata.
Harapan Kubar dan Panggilan Aksi Pemerintah
Semoga pemerintah merespons dengan kebijakan yang memperkuat kesejahteraan pendidik, bukan hanya melalui anggaran tambahan, tapi juga melalui kebijakan yang adil, transparan, dan manusiawi. Guru Kubar, seperti di seluruh Indonesia, pantas mendapatkan penghargaan yang setimpal atas dedikasi mereka.